Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) meresmikan penamaan baru sepuluh gedung, empat auditorium, dan satu musala sebagai bentuk penghargaan kepada para tokoh yang telah memberikan sumbangsih luar biasa dalam pengembangan ilmu pengetahuan budaya di Indonesia. Peresmian ini berlangsung di tengah rangkaian kegiatan Pengenalan Sistem Akademik Fakultas 2025 dan dipimpin langsung oleh Dekan FIB UI, Dr. Bondan Kanumoyoso, S.S., M. Hum.
Penamaan ini lahir dari proses musyawarah yang melibatkan tiga organ utama fakultas—Dekanat, Dewan Guru Besar Fakultas, dan Senat Akademik Fakultas—serta seluruh departemen di lingkungan FIB UI. Langkah ini memastikan bahwa setiap nama yang diabadikan mencerminkan dedikasi, prestasi, dan keteladanan dalam dunia akademik maupun kontribusi bagi bangsa.
Sepuluh gedung, 4 auditorium dan 1 musala yang kini resmi menyandang nama tokoh tersebut adalah:
- Gedung 1 – R.M.Ng. Poerbatjaraka
Raden Mas Ngabehi Poerbatjaraka adalah pakar naskah Jawa Kuno, Jawa Pertengahan, dan Jawa Baru yang menekankan metode ilmiah dalam penyuntingan dan penafsiran teks.
Karya-karya beliau membuka jalan bagi penelitian naskah yang lebih sistematis sehingga menjadi rujukan generasi akademisi berikutnya.
- Gedung 2 – Achadiati Ikram
Achadiati Ikram adalah guru besar filologi yang berperan besar dalam penelitian, pelestarian naskah klasik, dan pengembangan kajian sastra Melayu serta Indonesia. Beliau adalah
pendiri Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) dan menjabat sebagai Dekan pada tahun 1989—1995 ketika Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI masih bernama Fakultas
Sastra UI.
- Gedung 3 – Harsja Wardhana Bachtiar
Harsja Wardhana Bachtiar adalah guru besar bidang antropologi sosial yang memperkenalkan pendekatan ilmiah modern dalam kajian masyarakat Indonesia. Beliau juga
pernah menjabat Dekan Fakultas Sastra UI pada tahun 1969—1975.
- Gedung 4 – Hoesein Djajadiningrat
Hoesein Djajadiningrat adalah sejarawan perintis yang memadukan sumber Belanda dan lokal dalam merekonstruksi sejarah Nusantara, khususnya sejarah Banten.
- Gedung 5 – R. Soekmono
Soekmono adalah arkeolog perintis yang merumuskan metode penelitian arkeologi modern di Indonesia dan memperkenalkan kajian sejarah kebudayaan candi. - Gedung 6 – R.Z. Leirissa
R.Z. Leirissa adalah guru besar bidang sejarah yang mengangkat sejarah Maluku dan kawasan timur Indonesia, memperkaya historiografi nasional.
- Gedung 7 – Anton M. Moeliono
Anton M. Moeliono adalah guru besar bidang linguistik yang aktif memimpin pembakuan bahasa Indonesia, termasuk perumusan Ejaan yang Disempurnakan dan penyusunan
tata bahasa baku bahasa Indonesia. Beliau pernah memimpin Fakultas Sastra UI sebagai Ketua Presidium pada tahun 1966—1967.
- Gedung 8 – Lily Koeshartini S.
Lily Koeshartini S. adalah pelopor utama pendidikan dan pengembangan ilmu perpustakaan di Indonesia.
- Gedung 9 – Sapardi Djoko Damono
Sapardi Djoko Damono adalah guru besar bidang susastra sekaligus sastrawan kebanggaan Indonesia yang karya-karyanya mengubah wajah puisi modern Indonesia dan
menginspirasi generasi pembaca. Beliau juga menjabat Dekan Fakultas Sastra tahun 1995-1999.
- Gedung 10 – Koentjaraningrat
Koentjaraningrat adalah bapak antropologi Indonesia yang membangun fondasi kajian kebudayaan di Indonesia dan dikenal luas di dunia internasional. Membahas definisi
“kebudayaan” pastilah melibatkan definisi apa itu kebudayaan hasil pemikiran beliau. Beliau menjabat Dekan Fakultas Sastra tahun 1966.
Adapun nama-nama auditorium FIB UI yang diresmikan adalah sebagai berikut.
- Auditorium Gedung 1 – Toety Herati Noerhadi
Toeti Heraty adalah guru besar bidang ilmu filsafat yang merintis pengembangan ilmu filsafat akademik di Indonesia, sekaligus tokoh penting dalam penguatan arah kebijakan
akademik Fakultas Sastra UI pada masanya.
- Auditorium Gedung 4 – Tjan Tjoe Som
Tjan Tjoe Som adalah tokoh pertama yang memperkenalkan studi sinologi klasik dan modern di Indonesia serta membimbing generasi sinolog pertama di Tanah Air. Beliau menjadi Dekan di Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada tahun 1956 hingga 1961.
- Auditorium Gedung 9 – Soe Hok Gie
Soe Hok Gie bukanlah guru besar. Namun, sumbangsih beliau selalu terpatri di jiwa tiap warga FIB UI. Beliau adalah sejarawan muda dan aktivis idealis pencinta lingkungan,
simbol keberanian akademik dan integritas intelektual.
- Auditorium Gedung 10 – Benny H. Hoed
Benny Hoedoro Hoed adalah pakar semiotika yang mengembangkan studi makna, tanda, dan komunikasi budaya di Indonesia dalam suatu paradigma interdisipliner. Beliau juga
pengembang konsep kelembagaan yang mengembangkan layanan kompetensi bahasa asing dan Indonesian studies.
Terakhir, satu gedung lagi yang diberikan nama, yaitu musala FIB UI dengan nama Musala Fatahillah. Nama Fatahillah diambil dari nama tokoh sejarah yang memimpin perebutan Jayakarta dari penjajah, simbol keteguhan dan keberanian.
Dekan FIB UI menegaskan bahwa penamaan ini bukan hanya sekadar formalitas, tetapi sebuah pengingat bahwa warisan intelektual adalah fondasi peradaban. Ia berharap nilai-nilai keteladanan, dedikasi, dan semangat para tokoh tersebut terus menginspirasi seluruh warga FIB UI dalam menjalankan tridarma perguruan tinggi. Pesan ini disampaikan di hadapan 999 mahasiswa baru jenjang sarjana FIB UI pada Rabu, 13 Agustus 2025.
Ketua Senat Akademik Fakultas, Prof. Mina Elfira, S.S., M.A.,Ph.D. menambahkan bahwa inisiatif ini juga berperan sebagai sarana edukasi bagi mahasiswa dan masyarakat luas. “Nama-nama tokoh yang kini melekat pada gedung dan auditorium bukan hanya penanda lokasi, tetapi juga pintu masuk untuk mengenal sejarah dan kontribusi mereka. Selain tentu saja sebagai bentuk penghormatan dan cinta murid kepada gurunya atas adab dan ilmu yang telah diajarkan. Dengan begitu, generasi baru dapat meneladani integritas, kerja keras, dan semangat keilmuan yang mereka wariskan,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Dewan Guru Besar FIB UI, Prof. Dr. R. Tuty Nur Mutia menyampaikan apresiasinya terhadap langkah ini. Ia menekankan bahwa mayoritas nama yang terpilih adalah para guru besar yang telah memberikan kontribusi besar bagi pengembangan ilmu pengetahuan budaya. Beliau semua tidak hanya menjadi guru kami yang ada di FIB UI, tapi juga dapat disebut sebagai ‘Guru Bangsa’. “Penamaan ini menjaga ingatan kolektif kita akan jasa para pendahulu. Setiap kali nama-nama itu disebut, kita tidak hanya menunjuk sebuah ruang, tetapi juga menghidupkan kembali nilai-nilai keilmuan, keberanian, dan pengabdian yang mereka wariskan kepada FIB UI dan Indonesia,” ungkapnya.
Dengan peresmian ini, FIB UI meneguhkan komitmen untuk merawat dan mengembangkan warisan ilmu pengetahuan budaya, sekaligus menanamkan kebanggaan pada generasi muda akan sejarah dan pencapaian akademik bangsa.