Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) bersama Komunitas Wuamesu Indonesia menyelenggarakan diskusi publik bertajuk “Kekayaan Tradisi dalam Pelindungan Hukum: Indikasi Geografis, Wastra, dan Masyarakat Adat: Sinergi Pelestarian dan Pemberdayaan” di Auditorium Gedung I FIB UI, Kampus UI Depok pada 14 Mei 2025. Kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen FIB UI untuk berperan aktif dalam pelestarian dan pelindungan kekayaan budaya masyarakat adat melalui pendekatan akademik, hukum, dan pemberdayaan komunitas.
Diskusi ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan dari lintas sektor yang memiliki perhatian terhadap pelindungan kekayaan intelektual komunal. Turut hadir dalam acara ini perwakilan dari Deputi Bidang Pengembangan Strategis Ekonomi Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM RI, Bapak Dr. Ir. Razilu, M.Si., Ketua Dekranasda sekaligus Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi NTT, Ibu Mindriyati Astiningsih, S.Si., Apt., Ketua Umum Penggiat dan Pakar Indikasi Geografis Indonesia (PPIGI), Bapak Dr. H. Komarudidin Kudiya, S.IP., M.Ds., Ketua Wuamesu Jakarta, Bapak Dr. Ludovicus Sensi Wondabio, CA, CPA., serta pemerhati dan pelaku wastra Ende, Ibu Sere Aba, S.E., Akt., M.M.
FIB UI memandang bahwa indikasi geografis (IG) memiliki makna strategis sebagai bentuk pengakuan atas kualitas, reputasi, dan karakteristik suatu produk yang tidak dapat dipisahkan dari asal geografis, sumber daya lokal, dan tradisi masyarakat adat. Dalam konteks kekayaan intelektual, IG menjadi instrumen penting untuk melindungi produk-produk budaya yang memiliki nilai sejarah, sosial, dan ekonomi tinggi. FIB UI menekankan pentingnya peningkatan literasi publik mengenai IG, terutama dalam upaya pelindungan terhadap produk-produk tradisional yang kerap kali rentan terhadap eksploitasi dan klaim sepihak.
Diskusi ini juga membahas bagaimana perguruan tinggi dapat berperan secara aktif melalui riset interdisipliner, pendampingan hukum, serta pemberdayaan komunitas dalam proses pendaftaran dan pengelolaan IG. Universitas dapat menjadi jembatan antara pengetahuan tradisional masyarakat adat dan sistem hukum modern, sehingga produk-produk lokal tidak hanya diakui secara hukum, tetapi juga memperoleh manfaat ekonomi dan sosial yang berkelanjutan.
Selain itu, dalam diskusi ini Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual juga memaparkan berbagai transformasi digital dalam layanan kekayaan intelektual yang semakin mudah dan cepat diakses, termasuk percepatan layanan hak cipta dan merek melalui sistem persetujuan otomatis. Inovasi ini diharapkan dapat semakin memperkuat pelindungan kekayaan budaya nasional, terutama yang berasal dari komunitas adat.
Dekan FIB UI, Dr. Bondan Kanumoyoso, S.S., M.Hum. berharap bahwa forum ini menjadi ruang awal bagi sinergi antara akademisi, pemerintah, dan komunitas budaya untuk memperkuat pelindungan atas kekayaan intelektual komunal di Indonesia. Melalui kolaborasi yang berkelanjutan, pelestarian budaya dapat berjalan seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat adat sebagai pemilik sah pengetahuan dan tradisi lokal.