Promosi Doktor Widodo dengan Disertasi “Serat Baron Sakendher: Negosiasi Wacana Kolonial di Jawa pada Abad XIX”

Konsepsi Jawa ideal pada abad XIX menempatkan raja sebagai patron. Kelahiran karya sastra, khususnya babad pada abad XIX, disesuaikan dengan kebutuhan penguasa yang sedang mengalami krisis politik akibat semakin kuat dominasi kolonialisme Belanda. Raja sebagai patron memiliki wewenang akarya sastra, menginisiasi penulisan karya sastra, untuk mengatur kehidupan masyarakat. Perkembangan susastra babad pada abad XIX digunakan untuk melanggengkan kekuasaan sekaligus melegitimasi raja sebagai sosok pemimpin Jawa ideal. Pasca-Perang Diponegoro 1830, para pujangga menggubah babad sebagai karya legimitasi yang berposisi sangat kuat. Serat Baron Sakendher (SBS) adalah salah satu babad yang termasuk ke dalam naskah bergenre teks kronikal karena menceritakan hubungan kekuasaan Jawa dan Belanda. Penggubahan teks ini diduga untuk melegimitasi kekuasaan raja sekaligus menempatkan orang asing (Belanda) sebagai bagian dari orang Jawa yang berkasta rendah.

Penulisan teks Serat Baron Sakendher (SBS) oleh mayoritas panedhak (penyalin) memosisikan teks SBS tidak berdiri tunggal sebagai satu naskah, tetapi menjadi bagian dari teks naskah tertentu. Pada perkembangan berikutnya, teks SBS diputrani (ditulis ulang) sebagai naskah yang utuh dan berdiri sendiri. Penulisan naskah SBS terjadi di dua keraton dan dua kadipaten dengan panedhak yang berbeda-beda, berlangsung dalam kurun waktu tahun 1845-1872 Masehi (M). Menurut Carey (2015), pada kurun waktu tersebut secara politis semua raja di bawah Jawa Tengah pedalaman selatan tunduk dan patuh kepada pemerintah Kolonial Belanda dalam suasana politik yang tenang.

Pengulangan penulisan teks SBS ini kemudian diangkat oleh Sdr. Widodo ke dalam disertasinya yang berjudul “Serat Baron Sakendher: Negosiasi Wacana Kolonial di Jawa pada Abad XIX”. Ia berhasil mempertahankan materi disertasinya dalam Sidang Promosi Program Doktor yang diselenggarakan pada Kamis, 20 Juli 2023 di Auditorium Gedung IV, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI). Sidang ini diketuai oleh Prof. Dr. Agus Aris Munandar, M.Hum. dengan anggota yang terdiri dari Prof. Dr. Titik Pudjiastuti, M.Hum. sebagai Promotor, Dr. Sudibyo Prawiroatmojo, M.Hum. dan Dr. Priscila Fitriasih Limbong, M.Hum. sebagai Ko-Promotor, dan tim penguji yang terdiri dari Dr. Turita Indah Setyani, S.S., M.Hum. (Ketua Penguji), Dr. Munawar Holil, S.S., M.Hum., Dr. Mujizah, M.Hum., dan Tommy Christomy SSA, A.Md., S.S., M.Hum., Ph.D. Dari sidang tersebut, Widodo berhasil mendapatkan yudisium memuaskan dengan IPK 3.60.

Dalam disertasinya, Sdr. Widodo mengungkapkan bahwa teks SBS berisi cerita fiksi historis Baron Sakendher yang digunakan sebagai sarana mengendalikan rakyat Jawa secara kultural dalam proses penaklukan kapitalisme Eropa ke wilayah Asia (termasuk Jawa di dalamnya). Kemudian, teks ini ditulis berulangkali dan penulisannya disatukan dengan narasi cerita babad Jawa lainnya yang terkait dengan pusaran kekuasaan Jawa. Selain itu, Sdr. Widodo juga mengungkapkan bahwa perbedaan teks yang ditulis di peisisr dan pedalaman terlihat pada penggunaan bahasa dan simbol yang dipakai penulisnya.

Atas keberhasilannya, Sdr. Widodo menjadi Doktor ke-426 FIB UI dan merupakan Doktor ke-9 dari Program Studi Ilmu Susastra yang lulus di FIB pada tahun ini.

Related Posts