Cinta seringkali dianggap sebagai suatu hal yang bersifat irasional. Padahal, cinta adalah sesuatu yang filosofis karena merupakan hal yang dapat dikaji dengan menggunakan akal budi dan lebih dari sekadar perasaan yang dirasakan oleh hati. Selain itu, cinta juga memiliki kemampuan untuk menjadi tenaga penggerak (power) dalam melakukan banyak perubahan. Namun, jarang sekali perubahan diatributkan terhadap cinta. Akibat dari stigma ini, banyak sekali yang meragukan kedudukan cinta dalam kajian filosofis.
Permasalahan ini kemudian dituangkan oleh M. Irfan Syaebani ke dalam disertasinya yang berjudul “Cinta sebagai Kajian Filsafat dan Penggerak Perubahan Menurut Sistem Pemikiran Alain Badiou”. Ia berhasil mempertahankan materi disertasinya dalam Sidang Promosi Program Doktor yang diselenggarakan pada Senin, 5 Juni 2023 di Auditorium Gedung IV, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI). Sidang ini diketuai oleh Prof. Dr. Agus Aris Munandar, M.Hum. dengan anggota yang terdiri dari Dr. Untung Yuwono, S.S. sebagai Promotor, Dr. Embun Kenyowati Ekosiswi, S.S., M.Hum. sebagai Ko-Promotor, dan tim penguji yang terdiri dari Dr. Harsawibawa Albertus, M.Hum. (Ketua), Prof. Dr. Alois Agus Nugroho (Penguji Tamu, UNIKA Atmajaya), Dr. Tri Handika, S.Si.,M.Si., M.T. (Penguji Tamu, Universitas Gunadarma), Dr. Fristian Hadinata, S.Hum., M.Hum., dan Dr. Herdito Sandi Pratama, M.Hum. Dari sidang tersebut, Dr. Irfan Syaebani berhasil mendapatkan Yudisium Cum Laude, dengan IPK 3.88.
Dalam disertasinya, M. Irfan Syaebani menganalisis beberapa pertanyaan, seperti alasan mengapa cinta tersingkirkan dari kajian filsafat, mengapa cinta dapat menjadi kajian filsafat, dan mengapa cinta dapat menjadi penggerak perubahan. Pertanyaan-pertanyaan ini kemudian diteliti oleh M. Irfan Syaebani dengan melakukan pemodelan terhadap pernyataan tesis “Cinta adalah kajian filsafat karena dapat dijelaskan melalui akal budi, bukan hanya terkait perasaan, dan dapat menjadi penggerak perubahan, bukan hanya abstraksi belaka.” Dari penelitiannya, M. Irfan Syaebani menemukan beberapa alasan mengapa cinta tidak lagi dibahas secara serius dalam filsafat; cinta sejak permulaan sudah disingkirkan, perkembangan filsafat yang menempatkan cinta dalam supremasi rasio, dan cinta menjadi objek kajian psikoanalisis. Selain itu, penelitian ini dapat membuktikan bahwa cinta dapat menjadi kajian filsafat dengan cara memahami sistem pemikiran filsafat Alan Badiou. Dengan memahami sistem pemikiran filsafat Alan Badiou, cinta dapat menjadi penggerak perubahan.
Atas keberhasilannya ini, Sdr. M. Irfan Syaebani menjadi Doktor ke-416 FIB UI dan merupakan Doktor ke-2 dari Program Studi Filsafat yang lulus di FIB UI pada tahun ini. (AF)