Program Studi Pascasarjana Ilmu Filsafat Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), pada Jumat (6/01/2023) meluluskan seorang Doktor yaitu Abby Gina Boang Manalu dengan disertasi berjudul “Universalisme Interaktif Seyla Benhabib dan Interseksionalitas: Upaya Mengakomodasi Liyan Konkret dalam Keadilan”. Sidang dilaksanakan di Auditorium Gedung IV FIB UI, dipimpin oleh Dekan FIB UI Dr. Bondan Kanumoyoso, S.S., M.Hum. serta dihadiri oleh Prof. Manneke Budiman, S.S., M.A., Ph.D. (Promotor), Dr. Embun Kenyowati Ekosiwi, M.Hum. (Kopromotor), Dr. Naupal, S.S., M.Hum. (Ketua tim penguji), Dr. Fristian Hadinata, M.Hum. (Anggota penguji), Dr. L.G. Saraswati Putri, M.Hum. (Anggota penguji), Dr. Naupal, S.S., M.Hum. (Anggota penguji), Dr. Johanes Haryatmoko, SJ. (Anggota penguji), serta Ibu Dewi Candraningrum, M.ed. Dr. Pihl. (Anggota Penguji).
Disertasi Sdr. Abby Gina Boang Manalu ini melakukan penelitian terhadap pemikiran Seyla Benhabib mengenai etika universalisme interaktif yang penting digunakan untuk mengidentifikasi ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat kontemporer. Benhabib mencoba memediasi persoalan-persoalan yang belum terselesaikan dari berbagai pemikir filosofis yang hanya berpijak pada kerangka dikotomis seperti “hak individu atau komunal”, “keadilan atau kehidupan yang baik”, “hukum dan nilai-nilai budaya”, dan lain sebagainya. Penelitian ini bertujuan menunjukkan bahwa landasan etika universalisme interaktif penting untuk mendorong hadirnya keadilan sosial feminis dengan mengartikulasikan yang umum dan yang konkret. Penelitian ini menemukan bahwa kerangka konseptual etika universalisme interaktif dapat mengakomodasi gagasan interseksionalitas dan menawarkan prosedur keadilan sosial feminis untuk menanggapi berbagai situasi ketidaksetaraan dan diskriminasi sosial, khususnya yang menyasar perempuan. Dengan demikian, penelitian ini menawarkan kebaruan yaitu menjembatani universalisme interaktif dan lensa interseksional sebagai gagasan etis untuk mencapai keadilan sosial feminis.
Dengan dikajinya pemikiran Seyla Benhabib, maka dalam disertasi ini terdapat dua teori yang dijelaskan secara mendalam, yaitu universalisme interaktif dan perspektif interseksionalitas. Etika universalisme interaktif Benhabib adalah upaya menjembatani antara etika kepedulian yang peka terhadap partikularitas tetapi juga berpegang pada universalisme yang memiliki basis pada hak. Benhabib menyatakan keadilan sosial yang sering dibincang ini bersifat abstrak dan eksklusif sehingga dia melalui etika universalisme interaktif menawarkan prosedur universalisme yang inklusif, substantif, dan peka terhadap perbedaan (Benhabib 1992: 152). Adapun gagasan interseksionalitas sendiri pertama kali dipopulerkan oleh Kimberle Crenshaw pada 1989 yang membongkar pengabaian pengalaman perempuan kulit hitam di Amerika Serikat. Feminis interseksionalitas adalah lensa yang mampu memeriksa keterkaitan tradisi dan juga kultur dalam membincangkan keadilan sosial bagi perempuan agar dapat menikmati status kewarganegaraan dan HAM secara penuh.
Universalisme interaktif dari Seyla Benhabib adalah tawaran etis untuk menjembatani dilema atas pemenuhan hak komunal dan pemenuhan HAM universal. Hak liyan konkret dapat dijamin melalui pendekatan keadilan sosial feminis dan menjadi kompatibel dengan iterasi demokratis. Memasukkan pemikiran feminisme interseksionalitas sebagai bagian integral dari iterasi demokratis dapat menjamin keadilan gender dan membebaskan perempuan dari budaya dan tradisi yang membelenggu. Hanya dengan memastikan prosedur universalisme interaktif berspektif interseksional dalam kehidupan demokrasilah perempuan dapat menikmati kewarganegaraan secara utuh dan HAM secara penuh.
Disertasi ini dibangun menggunakan metode filsafat kritis feminis. Metode kritis sendiri diartikan sebagai upaya memeriksa ideologi yang beroperasi di dalam masyarakat sehingga menghasilkan ketimpangan dan persoalan sosial di masyarakat. Metode kritis dalam filsafat berkaitan erat dengan pemikiran Frankfurt yang mempromosikan teori-teori kritis. Teori kritis era modern percaya pada kemampuan rasio untuk menyelesaikan berbagai persoalan sosial, tetapi di era posmodern keyakinan itu digugurkan sebab rasio yang sebelumnya dianggap universal dan melampaui waktu juga tempat terbukti bersifat partikulat dan jamak, sehingga tidak ada akal budi universal yang mampu menjadi titik tolak untuk pembebasan manusia.
Penulis memberikan sumbangan penting terkait pemikiran feminisme pada diskursus keadilan sosial feminisme. Penelitian ini merumuskan bahwa keadilan sosial feminisme mensyaratkan (1) adanya penerimaan dan praktik kepedulian yang menjadi basis feminisme yang mempromosikan subjek yang konkret, bertubuh, interelasional, dan interdependensi; (2) Diskursus etika kepedulian menjadi basis diperbincangkan liyan umum dan liyan konkret; (3) Pengakuan terhadap liyan umum dan liyan konkret menjadi prasyarat dipraktikkannya universalisme interakitf yang menghasilkan iterasi demokratis; (4) Interseksionalitas merupakan lensa yang berguna untuk memastikan bahwa keadilan sosial tidak berhenti pada perjuangan pengakuan partikularitas atau hak universal melainkan mendorong agar di setiap lapisan terjadi transformasi.
Sdr. Abby Gina Boang Manalu dinyatakan lulus dengan yudisium kelulusan “Sangat Memuaskan” serta menjadi doktor ke-409 di FIB UI dan doktor ke-1 Program Studi Ilmu Filsafat FIB UI yang lulus pada tahun 2023. (IM)