Mahasiswa FIB UI Ajak Siswa Tuli Belajar Bahasa Indonesia Dengan Mudah

Sekelompok mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) yang berasal dari berbagai program studi berhasil membuat metode ajar Pendidikan Dwibahasa (PeDe) sebagai wujud kepedulian terhadap pendidikan anak-anak tuli. Metode ini digagas tim PKM-M Taman Berani yang beranggotakan Ayyubie Cantika Yuranda (Prodi Indonesia, 2015), Adhi Kusumo Bharoto (Prodi Inggris, 2016), Dara Minanda (Prodi Indonesia, 2015), serta Rojali (Prodi Indonesia, 2015). Ide ini berawal dari observasi mereka pada tahun 2018 di SLB-B Dharma Asih, Depok. Mahasiswa terjun langsung ke SLB-B Dharma Asih dan menemukan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh anak-anak tuli dalam berbahasa. Kendala komunikasi menjadi penyebab utama anak-anak tuli sulit memahami bacaan, menulis, dan menyampaikan gagasan. Berdasarkan permasalahan tersebut keempat mahasiswa melakukan diskusi pemecahan masalah bersama dosen pembimbing, Mohammad Umar Muslim, Ph.D dan Silva Tenrisara Isma, M.A. Melalui diskusi dan riset sederhana, muncul ide untuk mengadakan kegiatan pengajaran bahasa Indonesia yang diberi nama Program Peningkatan Pemahaman Berkomunikasi untuk Anak Tuli (Program Taman Berani).

Kegiatan yang digagas Ayyubie, dkk. ini mendapat sambutan positif dari Kemristekdikti melalui pemberian dana hibah Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Gagasan ini muncul atas keinginan tim untuk meningkatkan kualitas diri anak tuli agar dapat bersaing dengan anak-anak dengar. Tim berpendapat kemampuan berkomunikasi dan kepercayaan diri merupakan hal yang paling penting bagi seseorang untuk bersosialisasi membangun pertemanan. Selain itu, bahasa sebagai ‘jendela dunia’ memegang peranan penting untuk masuknya arus informasi. Para mahasiswa melihat kemampuan memahami bacaan dan menulis sederhana adik-adik di SLB-B Dharma Asih masih kurang. Mereka juga masih malu atau takut untuk berkomunikasi dengan orang Dengar. Harapannya, kegiatan tersebut dapat membantu mereka untuk mengasah kemampuan menulis dan membaca, serta meningkatkan keberanian.

« dari 15 »

Program ini berlangsung sejak akhir April hingga Juni 2019. Kegiatan yang dilakukan yaitu mengadakan kelas bahasa untuk para siswa dan kelas Focus Group Discussion untuk para guru. Terkait metode ajar, nama ‘Dwibahasa’ diberikan sesuai dengan cara pengajaran menggunakan sistem Dwibahasa. Para siswa diajarkan bahasa Indonesia dengan pengantar bahasa isyarat dibantu dengan gambar dan video berbahasa isyarat. Setelah para siswa paham konsep kata atau kalimat dalam isyarat, siswa diminta untuk menuliskannya.

Dalam mengajar dengan metode PeDe, siswa mendapat materi sesuai dengan kebutuhannya. Di kelas, para mahasiswa awalnya memancing dulu para siswa dengan video cerita dari gambar menggunakan bahasa isyarat dan meminta mereka menulis. Setelah tahu sejauh mana pemahaman mereka, mahasiswa mendiskusikan dengan dosen pembimbing urutan materi yang harus diajarkan.Para siswa tersebut diajarkan pelan-pelan dalam sembilan kali pelaksanaan kelas, mulai dari kata, konsep tulisannya, lalu kalimat sederhana hingga paragraf. Peningkatan yang signifikan dapat terlihat. Selain itu, keberanian para siswa juga diasah. Dalam setiap pertemuan, mereka diminta untuk bercerita di depan kelas menggunakan bahasa isyarat. Ada yang awalnya di depan teman-temannya merasa malu sampai menangis, namun pada akhir kelas dia akhirnya berani bercerita di depan para guru dan orang tua. Pelaksanaan kegiatan ini mendapat tanggapan positif dari para orang tua siswa, yang merasa anaknya mulai percaya diri dan mau mengungkapkan kemauannya. Orang tua berharap program ini terus ada dan bisa diterapkan juga bagi siswa SD dan SMA.

Anggota tim yang tuli, Adhi Kusumo, menjelaskan bahwa anak-anak tuli memiliki hak untuk memperoleh pendidikan dwibahasa; bahasa isyarat dan bahasa nasional. Hal tersebut berguna untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar manusia seperti kebutuhan fisik, kebutuhan emosional, kebutuhan spiritual, dan kebutuhan intelektual yang sebagian besar diungkapkan melalui bahasa. Di Indonesia, belum ada SLB yang mengajar dengan cara seperti itu. Diharapkan kegiatan ini dapat menginspirasi dan dicontoh oleh para guru SLB seluruh Indonesia.

 

Related Posts