Azhar Ibrahim, Ph.D., dari National University of Singapore, memberikan kuliah umum di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) pada Jumat (22/3). Kuliah umum yang diselenggarakan oleh Departemen Ilmu Susastra ini disampaikan di ruang 1102 Gedung I FIB UI dengan mengusung tema “Mendekati Sastra Indonesia: Persaingan ideologi, pergerakan dan intelektualisme”. Acara ini dihadiri oleh segenap dosen dan mahasiswa khususnya Program Studi Sastra Indonesia dari berbagai angkatan.
Dalam kuliah umumnya, Azhar Ibrahim Ph.D. memulai dengan pertanyaan “Apakah yang dikatakan kemanusiaan itu?” ia mengambil kutipan dari Marco Kartodikromo yang mengatakan bahwa kemanusiaan itu merdeka di atas bumi, berani berdiri sendiri dan berusaha sekuat-kuatnya guna menolong orang yang tertindas. Di Singapura, ia mengambil Sastra Melayu yang juga diwajibkan untuk membaca Sastra Indonesia. Terdapat banyak pendekatan untuk mendekati Sastra Indonesia. Yang umum kita temui adalah pendekatan sejarah sastra dan pembacaan berdasarkan dari bingkai suatu teori. Kadang-kadang dari sudut sosiologis, dengan kerangka yang agak tetap juga. Selain dari itu ada juga yang memberi perhatian kepada puitika, stilistika dan sebagainya
Azhar Ibrahim Ph.D. mengatakan bahwa apabila kita mau merangkai persoalan ideologi, intelektualisme dan persaingan ide, kita sebernarnya masuk dalam ranah “Society Through Literature” dengan matlamat menelaah dan menilai sejauh mana sastra merekam dan menceminkan pergolakan ide dalam masyarakat yang dituangkan dalam bentuk sastra ataupun wacana. Bukan hanya sekedar mencari apa itu “masyarakat” yang terungkap dalam sastra tetapi kita harus peka terlebih dahulu tentang apa yang ada dalam masyarakat. Seperti yang dipertegas Paulo Freire “to read the word is to read the world” Tidak mungkin seseorang itu bisa membaca dan merangkai sastra dengan baik sekiranya ia jahil atau memiliki literasi politik, sosioekonomi dan budaya dan rendah.
Mendekati sastra bukan sekedar atas kepedulian mencari keindahan dan menyelami kehalusan, tetapi harus juga peduli dengan sebuah karya seni yang hadir dalam ranah kebudayaan sehingga dapat kita kaitkan ia dengan pengucapan pemikiran yang ada pada sang penulis, dan justru yang ada dalam masyarakat. Dari pengucapan pemikiran inilah yang bisa kita baca dan nilai tentang kenyataan hidup, suka duka, baik buruk perbuatan, akal budi, kekuatan dan kelemahan, serta segala isu dan tantangan yang dihadapi manusia dan masyarakat. Dari olahan kata dan cerita, maka sastra sebagai karya seni mengundang kita untuk merenung keadaan sekeliling, masa silam dan masa depan.
Persaingan ideologi, menurut Azhar Ibrahim, berlangsung dalam masyarakat, lewat politik, budaya, seni, agama, dan tentu dalam sastra. Persaingan ideologi atau ide dalam sastra inilah yang jarang mendapat perhatian. Penulis, sebagai anggota masyarakat, tidak dapat tidak terpengaruh dengan ide yang ini dalam pelbagai bentuk, salah satu dari ranah sastra. Di saat kita mudah memberi definisi teknis pada sastra, namun yang lebih penting adalah kita menjejaki konsep tugas sastra yang dipegang oleh para sastrawan itu sendiri. Beliau juga berpendapat bahwa Sastra Indonesia layak menjadi Sastra Dunia karena dalam Sastra Indonesia memiliki Pergolakan manusia dalam sejarah, menempuh tahap sejarah; feudalism, kolonialisme, nasionalisme, globalisme, mengalami perkembangan negara dan masyarakat membangun dari kemiskinan, kelas menengah, demokratisasi, autoritarianisme, serta agama yang kuat akan pemikiran dunia islam seperti persaingan dalam dan pengaruh luar, tradisionalisme, reformisme, r
