Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) bekerja sama dengan Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman (Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI) dan Komunitas Luar Kotak menyelenggarakan Pameran yang bertemakan “Sawahlunto Dulu, Kini, dan Akan Datang” pada 3-7 Desember 2018 bertempat di selasar Gedung II FIB UI. Pameran ini menceritakan keadaan Sawahlunto di masa lalu, di masa kini, dan di masa depan dengan paparan informasi yang lengkap.
Sawahlunto di Masa Lalu
Kota Sawahlunto yang berada di sebuah lembah, dikelilingi Bukit Barisan dan perkebunan yang luas; di tahun 1868 menjadi terkenal saat Willem Hendik de Greve, seorang Geolog Belanda, menemukan adanya 200 juta ton batubara di daerah Ombilin (Tanah Datar). Pada saat yang sama, di Eropa terjadi revolusi industri dengan ditemukan mesin uap sebagai penggerak. Mesin ini sangat membutuhkan bahan bakar batu bara kualitas tinggi yang ada di wilayah Ombilin. Hal inilah yang memicu Belanda untuk mengubah Sawahlunto yang agraris menjadi kawasan pertambangan batu bara, jalan raya dan jalur kereta api dibangun (1887-1894) dari Padang ke Sawahlunto. Sehingga tanggal 1 Desember 1888 Sawahlunto dijadikan sebuah kota. Dan di tahun 1920 Sawahlunto telah menjadi industri tambang batu bara modern. Ada sisi lain dari Sawahlunto yang menyedihkan, yakni kehidupan para buruh tambang, yang mayoritas adalah narapidana dari penjara dari berbagai wilayah di Hindia Belanda. Mereka bekerja di Lubang Tambang Mbah Soero, dengan kedua kaki dan tangan dirantai, terikat satu sama lain. Mereka disebut Orang Rantai. Uniknya, dalam percakapan sehari-hari mereka menggunakan bahasa rahasia (bahasa Tangsin/Tansi), agar Belanda tidak mengetahui apa yang dibicarakan.
Sawahlunto di Masa Kini
Meredupnya industri batubara di Sawahlunto tidak menjadikannya sebagai kota mati. Keberadaan benda-benda peninggalan kota tambang justru menjadikan Sawahlunto merubah dirinya menjadi sebuah kota yang menggerakan roda perekonomiannya berbasis industri pariwisata warisan budaya (industrial heritage tourism).
Tambang Batubara Ombilin-Sawahlunto dijadikan warisan budaya dunia UNESCO, dan masuk dalam Daftar Sementara UNESCO pada tanggal 30 Januari 2015. sejalan dengan itu FIB UI juga kerap mengadakan berbagai penelitian di Sawahlunto demi mendukung terwujudnya Sawahlunto sebagai Kota Warisan.
Sawahlunto di Masa Depan
Pemerintah Kota Sawahlunto bersama stakeholder kota terus mencari alternatif sehingga Kota Sawahlunto tidak menjadi kota mati ataupun kenangan. Kota Sawahlunto sebagai kota wisata dengan menonjolkan dua potensi wisata yang menjadi kekuatannya, Wisata Tambang dan Wisata Sejarah Kota Lama. Dengan visi Kota Sawahlunto tahun 2020 menjadi “Kota Wisata Tambang yang Berbudaya”. Ada 116 cagar budaya di kota Sawahlunto, 74 telah ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya.