id
id

FIB UI, Direktorat PCBM Kemendikbud RI dan Komunitas Luar Kotak Selenggarakan Seminar Sawahlunto Menuju Kota Wisata Tambang Berbudaya

Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) bekerja sama dengan Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman (Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI) dan Komunitas Luar Kotak menyelenggarakan Seminar “Sawahlunto: Menuju Kota Wisata Tambang Berbudaya” pada 5 Desember 2018, bertempat di Auditorium Gedung I FIB UI. Acara ini merupakan salah satu rangkaian Dies Natalis ke-78 Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia tahun 2018.

Seminar dibuka dengan sambutan Dekan FIB UI, Dr. Adrianus Laurens Gerung Waworuntu, S.S., M.A., serta sambutan dari Kepala Departemen Arkeologi, Dr. Ninny Soesanti Tedjowasono, M.Hum., kemudian dilanjutkan dengan pidato utama dari Wali Kota Sawahlunto yang disampaikan oleh Wakil Wali Kota Sawahlunto, Zohirin Sayuti.

Tidak ada galeri yang dipilih atau galeri itu dihapus.

Beberapa pembicara hadir membahas topik Sawahlunto menuju kota wisata tambang berbudaya. Menurut Rahmat Gino, Kepala Seksi Peninggalan Bersejarah dan Permuseuman, Dinas Kebudayaan, Peninggalan Bersejarah, dan Permuseuman Kota Sawahlunto, Wali Kota Sawahlunto telah tiga kali mengeluarkan surat keputusan yang berisi penetapan tentang cagar budaya. Jumlahnya 119 cagar budaya, yakni 68 CB pada 2007, 6 CB pada 2014, dan 45 CB pada 2017. Karena peringkat nasional, maka kawasan tersebut diusulkan ke UNESCO untuk menjadi warisan dunia. Pada 30 Januari 2015 Kota Lama Tambang Batubara Sawahlunto masuk dalam Daftar Sementara UNESCO. Sedangkan menurut Prof. Dr. Erwiza Erman, dari LIPI, masa lalu Sawahlunto menyedihkan, mengharukan, dan menyeramkan. Untuk menghindari Sawahlunto sebagai ‘Kota Hantu’ maka pada 2002-2018 pemerintah kota mendaur ulang kota, dengan cara merevitalisasi berbagai bangunan lama, yang terkait dengan tambang dan berbagai fasilitasnya. Amalia Astari, M.A. dari FIB UI menyampaikan hasil penelitiannya yang menitikberatkan pada arsip koran berbahasa Belanda periode 1920-1930. Dari koran-koran tersebut diketahui kelas pekerja di Sawaloento (sebutan dalam bahasa Belanda) terdiri atas pekerja narapidana, buruh kasual, kuli kontrak, dan kuli bebas. Dari koran-koran kolonial itu diketahui isu yang banyak muncul adalah tentang reputasi Sawahlunto sebagai kota tambang, kecelakaan pekerja tambang, konflik pekerja tambang, dan hukuman cambuk.

Seminar ini ditutup dengan penyerahan cenderamata dan foto bersama.

Related Posts