Dr. Lilie Suratminto
Dalam rangka peringatan 90 tahun Hari Kelahiran Bahasa Indonesia (2 Mei1926—2016) ,Pusat Penelitan Kemasyarakatandan Budaya Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (PPKB-FIBUI) bekerjasama dengan Laboratorium Leksikologi Leksikografi dan tim peneliti Bahasa Kreol Tugu, Kamis (26/05/2016), pukul 08.30—12.30 WIB, bertempat di R. 4101, menyelenggarakan Diskusi “Peringatan 90 Tahun Hari Kelahiran Bahasa Indonesia (2 Mei 1926—2016) dengan pembicara Dr. Lilie Suratminto (Universitas Indonesia/UniversitasBuddhi Dharma). Dr. Lilie Suratminto adalah staf pengajar di Universitas Buddhi Dharma. Gelar doktor di perolehnya di Universitas Indonesia, dengan disertasi yang berjudul Komunitas Kristen Masa VOC di Batavia Diliha tdari Batu Nisannya – Suatu Kajian Semiotik dan Analisa Wacana. Ia banyak mengkaji bidang semiotik, terutama dalam kaitannya dengan analisis wacana. Diskusi “International Cooperation in Dictionary Building”, dengan pembicara Miel Slager (Utrecht). Miel Slager pensiun dari Department of Languages, Literatures, and Communication, Faculty of Humanities Utrecht University tahun 2001. Bidang keahliannya adalah bahasa Spanyol. Beberapa karyanya berkaitan dengan perkamusan; salah satunya adalah Diccionario de uso de laspreposicionesespanolas. Kini Perhatiannya beralih pada bahasa Indonesia, dan saat ini, bersama denganTotok Suhardijanto sedang menyusun kamus konstruksi preposisional Indonesia-Inggris.
Peluncuran Buku “Kepunahan Bahasa: Bahasa Kreol Tugu yang Punah dalam Pemertahanan BudayaTugu”, dengan pembahas Dr. Myrna Laksman-Huntley (Universitas Indonesia). Dr. Myrna Laksman-Huntley adalah staf pengajar Program Studi Prancis dan Departemen Linguistik FakultasIlmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bidang keahliannya adalah fonetik dan fonologi. gelar doktor diperolehnya dari universite Stendhal Grenoble, Prancis dengan judul disertasi L’Accent en Indonesién et son interaction avec l’intonation de phrase.
Miel Slager salah satu pembicara dalam seminar peringatan 90 tahun kelahiran bahasa indonesia
Bahasa Kreo Portugis Tugu sudah menunjukkan gejala kematiannya secara pelan pelan tapi pasti sejak masa awal kemerdekaan RI. Berdasarkan UU 1945 yang menetapkan bahasa Indonesia sebagai Bahasa negara bahasa resmi Republik Indonesia. Berbeda dengan etnis Jawa misalnya yang tetap mengajarkan bahasanya, anak-anakTugus ejak dini di sekolah tidak diajarkan bahasa jati mereka. Bahasa pengantar adalah bahasa Indonesia. Dengan menguasai bahasa Indonesia dengan baik mereka bisa dengan mudah berkomunikasi dengan berbagai etnik di Indonesia dengan kata lain mereka dengan lebih mudah mendapatkan lapangan kerja di luar kampung Tugu. Bahasa kreol Portugis Tugu pada tahun 70-an masih dapat dikatakan eksis tetapi pada awal abad 21 (2014) bahasa ini benar-benar sudah punah karena tidak adalagi penutu rjatinya. Buku ini merupakan hasil penelitian uji kebenaran salah satu pendapat Henry Gobard (1976.) dalam L’aléniation Linguistique. yang antara lain ia mengemukakan bahwa ada empat fungsi bahasa, yakni fungsi vernacular, fungsi vehicular, fungsimitis / kepercayaan dan referensi cultural. Meskipun sebuah bahasa telah mati tetapi ada beberapa istilah, kosa kata atau ungkapan yang masih tetap dipergunakan dalam kehidupan sosial budaya masyarakat tersebut. Dalam penelitian in idijumpai beberapa kosakata yang terdapat dalam lirik nyayian anak-anak dan dalam keroncongTugu.. Di samping itu masih dijumpai ungkapan-ungkapan keseharian, istilah kekerabatan dan sebagainya. Komunitas Tugu yang di datangkan Belanda dari Malaka pada tahun 1641 setelah merebut kota tersebut dari tangan Portugis, mereka ditempatkan di sebuah perkampungan eksklusif yang secara geografis terisolir dari daerah sekitarnya yang kemudian terkenal dengan nama KampungTugu yang sekarang termasuk wilayah Kelurahan Semper Jakarta Utara.Dengan kondisi letak geografis demikian, komunitas Tugu selama beberapa abad dapat mempertahankan bahasa dan budaya mereka.Meskipun merekak ini tidak lagi mempergunakan bahasa nenek moyang mereka bahasa kreol (Portugis) Tugu, namun mereka masih teta pmenyebut komunitas mereka sebagai orang Tugu keturunan Portugis dengan ciri-ciri identitasTugu yang berbeda dengan etnis-etnis lain di Indonesia. Semoga hasil penelitian yang dituangkan dalam buku ini dapat mengingatkan dan merupakan pembelajaran bagi siapa pun yang peduli terutama para pemangku kebijakan di negeri ini untuk tetap melestarikan bahasa-bahasa etnik lain di Nusantara ini yang merupakan kekayaan budaya bangsa Indonesia yang tidak ternilai harganya.
suasana diskusi seminar