Seminar : “Membongkar Budaya Perkosaan dan Strategi Mendorong Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual”


dibuka oleh Dr. L. G. Saraswati Putri, M.Hum (Staf Pengajar & Koordinator Program Studi Filsafat FIB UI)

Departemen Filsafat Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI) bekerja sama dengan Perempuan Mahardika menyelenggarakan “Seminar : “Membongkar Budaya Perkosaan dan Strategi Mendorong Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual” pada hari Kamis tanggal 19 Mei 2016 pukul 14.00 – 16.00 WIB di R. 4101 Gedung IV FIB UI. Acara ini dibuka oleh Dr. L. G. Saraswati Putri, M.Hum (Staf Pengajar & Koordinator Program Studi Filsafat FIB UI). Seminar ini mengundang para pakar yakni Andy Yentriyani (Aktivis perempuan), Tyas ( Koordinator Jaringan Muda Melawan Kekerasan Seksual), Veni Siregar ( Juru bicara Forum Pengada Layanan), Irena Lucy (Koordinator Bidang Sosial Politik Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum UI . Seminar ini dimoderatori oleh Mutiara Ika Pratiwi (Sekretaris Nasional Perempuan Mahardika).
Seminar ini diselenggarakan dengan dilatarbelakangi oleh maraknya kasus perkosaan di Indonesia sepanjang tahun ini.

para pembicara seminar:Andy Yentriyani (Aktivis perempuan), Tyas ( Koordinator Jaringan Muda Melawan Kekerasan Seksual), Veni Siregar ( Juru bicara Forum Pengada Layanan), Irena Lucy (Koordinator Bidang Sosial Politik Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum UI . Seminar ini dimoderatori oleh Mutiara Ika Pratiwi (Sekretaris Nasional Perempuan Mahardika).

Seperti kasus yang terjadi pada awal bulan April 2016 dimana seorang pelajar SMP di Bengkulu (YY, 15 tahun) yang baru saja pulang sekolah dibunuh dan diperkosa oleh 14 orang pelaku yang beberapa diantaranya masih merupakan anak dibawah umur. Menurut Catahu Komnas Perempuan 2016, saat ini kasus kekerasan seksual naik menjadi peringkat kedua dari keseluruhan kasus kekerasan terhadap perempuan. Bentuk kekerasan seksual tertinggi pada ranah personal adalah perkosaan sebanyak 72% atau 2.399 kasus, pencabulan 18% atau 601 kasus, dan pelecehan seksual 5% atau 166 kasus. Hal di atas menunjukkan bahwa siapapun dapat menjadi korban dan pelaku kekerasan seksual, juga menunjukkan bahwa kekerasan seksual dapat terjadi di mana saja bahkan tempat-tempat yang selama ini dianggap aman. Dengan demikian, dibutuhkan segera payung hukum untuk pencegahan dan perlindungan dari tindak kekerasan seksual serta pendidikan seksual komprehensif untuk mencegah kekerasan berbasis gender. Saat ini, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual telah berhasil didesakkan menjadi bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015 – 2019. Namun tidak kunjung menjadi prioritas pembahasan di tahun 2016 ini. Oleh karenanya, dibutuhkan dorongan ke berbagai lembaga negara, terutama DPR untuk membahas dan mensahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini dengan harapan tindak kekerasan seksual bisa ditangani secara cepat dan berkurang. Adapun tujuan dari seminar ini untuk menggali lebih dalam mengenai akar persoalan maraknya perkosaan di Indonesia serta gagasan untuk mendorong segera pengesahan Rancangan UU Penghapusan Kekerasan Seksual.

peserta “Membongkar Budaya Perkosaan dan Strategi Mendorong Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual”

Related Posts