Bekerja sama dengan Regional English Language Office (RELO) Kedutaan Amerika Serikat, Lembaga Bahasa Internasional (LBI) FIB UI baru saja mengadakan program Beyond Access bagi para pemuda pemudi dari berbagai belahan Indonesia dan Timur Leste pada tanggal 18 hingga 21 Maret 2016. Bertempat di hotel Gren Alia Cikini, para peserta sudah mulai berdatangan dari hari Kamis tanggal 17 Maret 2016 dari daerah asal mereka masing-masing seperti Bima, Ende, Ambon, Manokwari, Maumere, Bengkulu, Aceh, Dili serta yang lainnya.
Program Beyond Access ini merupakan yang pertama kalinya diselenggarakan, mengikuti kesuksesan program Access Microscholarship yang telah diadakan selama beberapa tahun terakhir, bekerjasama dengan FIB UI.
Access Microscholarship adalah program beasiswa untuk remaja berusia 15-17 tahun dari keluarga kurang mampu di berbagai daerah di Indonesia dan Timur Leste, untuk belajar bahasa Inggris dan budaya Amerika dengan cara mengikuti kursus, program intensif akhir pekan, dan berbagai kegiatan menarik lainnya di daerah masing-masing. Program yang diinisiasikan oleh Kedutaan Amerika ditujukan bagi yang memiliki minat dan kemampuan yang baik dalam mahir berbahasa Inggris, wawasan budaya dan semangat membangun jiwa kepemimpinan. Sejak tahun 2004, sekitar 195,000 siswa di lebih dari 85 negara telah perpartisipasi dalam program ini, termasuk Indonesia.
Untuk menjalin kembali hubungan antar siswa dan fasilitator Access Microscholarship, sebuah reuni pun digagaskan dan dilaksanakan tahun ini dengan tema “Beyond Access”, yang bertujuan untuk melatih kembali kemampuan bahasa inggris, kepemimpinan serta rasa peduli komunitas di antara para alumni Access di Indonesia dan Timor Leste.
Jennifer L. Uhler dari Regional English Language Office of US Embassy menyambut peserta Beyond Access yang datang dari berbagai wilayah Indonesia
Peserta Beyond Access berkenalan dengan satu sama lain di hari pertama
Peserta alumni gathering ini berjumlah sekitar 96 orang, terdiri dari alumni berprestasi dan bermotivasi tinggi yang diharapkan bisa menjadi pemimpin masa depan dan membangun komunitas-komunitas di asal daerah masing-masing. Difasilitasi oleh staf RELO dan para profesional dan ahli bahasa dan budaya dari FIB UI, peserta terpilih diberi kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai proyek masa depan beserta perencanannya, strategi dan kinerja jaringannya. Selama tiga hari, para peserta bertemu dan berdiskusi dengan tokoh muda inspiratif untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang keterlibatan komunitas dan inisiasi gerakan berbasis komunitas, sebelum mereka mengembangkan ide masing-masing. Di antaranya adalah dosen Sastra Inggris FIB UI, Herlin Putri, yang merupakan pendiri English Art Lab, sebuah non-profit community yang berfokus pada isu-isu pendidikan, sosial dan budaya sebagai bagian dari program pengembangan komunitas bagi generasi muda Indonesia.
Herlin Putri berbagi ide kepada para peserta di Sharing Session hari pertama
Bersama Lita, para peserta juga belajar mengenai organisasi komunitas peduli lingkungan hidup
Di hari kedua, para peserta berkunjung ke @america di Pacific Place dan mendapatkan arahan serta masukan terkait pengembangan komunitas dan mekanisme presentasi dan kriteria penilaian tim dewan juri untuk kegiatan “Shark Tank” di hari ketiga.
Shuri M. G. Tambunan memfasilitasi kegiatan yang diadakan di @america, Pacific Place
Terinspirasi dari salah satu reality tv show di Amerika, Shark Tank merupakan sesi di mana para peserta yang disudah dibagi ke dalam beberapa kelompok kecil memberikan penjelasan tentang proyek mereka masing-masing, dan mempromosikannya untuk menarik para “Sharks” atau investor yang ada hadapan mereka. “Smart, specific and measurable” merupakan tiga kriteria utama penilaian tim “Sharks” dan yang mendapatkan uang atau investasi terbanyak adalah yang terbaik. Di antara para “Sharks” adalah Prof. Melani Budianta, Grace Wiradisastra (FIB UI) dan Jennifer L. Uhler (RELO) dan mereka bertugas memberikan evaluasi dan pertanyaan-pertanyaan yang menantang untuk menguji kematangan ide serta konsep yang ditawarkan oleh peserta.
Para “Sharks” memberikan evaluasi atas presentasi peserta
Tidak hanya peserta yang banyak belajar dari kegiatan-kegiatan ini, para fasilitator pun cukup terkesan dengan kemampuan dan kecerdasan para peserta. “Banyak sekali gagasan-gagasan menarik yang diajukan oleh peserta, contohnya adalah proyek “After School” di Papua, yang mengambil konsep kelas Inspirasi untuk meningkatkan semangat anak-anak atas pendidikan”, ungkap Michelle, presiden Cinta Indonesia, sebuah organisasi yang bergerak di bidang kerukunan antar umat beragama. Menurut rekannya jugan yang pada program ini turut menjadi fasilitator, Robinson, kolaborasi yang dilakukan oleh peserta sangat dinamis dan bagus. “Mereka saling mendukung dan melengkapi satu sama lain. It is fun and everything but monotonous.”
Michelle Winowata dari Cinta Indonesia
Robinson dari Cinta Indonesia
Demografis yang unik inilah yang menurut fasilitator yang lainnya, Pandu Kartika Putra, menjadi kekuatan program ini. “Tidak banyak acara atau pelatihan yang ditujukan untuk anak-anak dalam kategori usia-usia ini, yaitu mereka yang baru saja lulus SMA dan sedang melangkah untuk masuk ke peguruan tinggi, dan juga mereka yang berada di awal-awal tahun perkuliahan. Padahal, anak-anak dalam masa-masa tersebut perlu mendapatkan banyak inspirasi”.
Pandu Kartika Putra, dari East Ventures Indonesia
Pada akhir acara, dibimbing oleh Kaprodi Inggris Shuri M. G. Tambunan yang menjadi salah satu konseptor program Beyond Access ini, para peserta diajak melakukan refleksi atas kegiatan-kegiatan interaktif serta games yang mereka ikuti selama tiga hari tersebut. Mereka diminta memikirkan kelebihan dan kekurangan dari acara tersebut, serta apa yang mereka inginkan ke depannya. Diharapkan program Beyond Access tahun ini merupakan titik awal masa depan generasi muda Indonesia yang kontributif dan membawa perubahan bagi komunitas lokal.