Program Studi Arab Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), Jum’at (13/11/2015) menggelar Seminar Internasional bertajuk “Dinamika Budaya Timur Tengah Pasca Musim Semi Arab.” Bertempat di Auditorium Gd. I FIB UI, seminar ini dibuka secara resmi oleh Wakil Rektor UI Bidang SDM, Pengembangan, dan Kerjasama Dr. Hamid Chalid, S.H., LL.M, didampingi Dekan FIB UI Dr. Adrianus L.G. Waworuntu, M.A. Hadir sebagai narasumber utama, di antaranya H.E. Mustafa Ibrahim Al Mubarak (Duta Besar Kerajaan Arab Saudi untuk Indonesia), Dra. R.A. Esti Andayani (Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri RI), dan Prof. Dr. Hikmahanto Juwana (Guru Besar UI Bidang Hukum Internasional).
Seminar ini membahas dinamika dan perkembangan situasi di Timur Tengah pasca peristiwa Kebangkitan Dunia Arab atau Musim Semi Arab (Arab Spring). Arab Spring (الثورات العربية, secara harfiah berarti Pemberontakan Arab) sesungguhnya merupakan peristiwa gelombang revolusi unjuk rasa dan protes yang terjadi di Jazirah Arab. Sejak 18 Desember 2010, telah terjadi revolusi di Tunisia dan Mesir; perang saudara di Libya; pemberontakan sipil di Bahrain, Suriah, dan Yaman; protes besar di Aljazair, Irak, Yordania, Maroko, dan Oman, dan protes kecil di Kuwait, Lebanon, Mauritania, Arab Saudi, Sudan, dan Sahara Barat. Kerusuhan di perbatasan Israel bulan Mei 2011 juga terinspirasi oleh kebangkitan dunia Arab ini. Gelombang pemberontakan kaum sipil ini diwarnai dengan serangan, demonstrasi, pawai, dan pemanfaatan media sosial, seperti Facebook, Twitter, YouTube, dan Skype, untuk mengorganisir, berkomunikasi, dan meningkatkan kesadaran terhadap usaha-usaha penekanan dan penyensoran Internet oleh pemerintah. Namun kebanyakan aksi unjuk rasa ini ditanggapi keras oleh pihak berwajib, serta milisi dan pengunjuk rasa pro-pemerintah, sehingga bentrokan besar pun tidak dapat dihindarkan.
H.E. Mustafa Ibrahim Al Mubarak (Duta Besar Kerajaan Arab Saudi untuk Indonesia) menyatakan bahwa seluruh permasalahan yang terjadi di Timur Tengah tidak bisa dipisahkan dari sejarah berdirinya negara Israel dan konfliknya dengan Palestina. Israel, menurutnya adalah sumber masalah di Timur Tengah. Berbagai intervensi militer Amerika Serikat (AS) dan aliansinya di Timur Tengah ditengarai adalah upaya mendukung keberadaan Israel. Intervensi militer dilakukan dengan berbagai macam dalih seperti misi untuk menyita WMD (Weapon of Mass Destruction), gerakan anti-terorisme, hingga upaya mendukung terciptanya demokratisasi di negara-negara Arab dengan menjatuhkan kekuasaan rezim otoriter.
Melihat fenomena Arab Spring, para pemerhati masalah Timur Tengah memandang prospek demokrasi Timur Tengah di masa depan kemungkinan akan semakin berkembang seiring dijadikannya demokrasi sebagai indikator justifikasi segala kebijakan. Namun karena hal itu sarat dengan kepentingan dari AS dan aliansinya, dikhawatirkan , masa depan demokrasi di Timur Tengah akan berkembang atas dasar ketakutan dan keterpaksaan rezim otoriter terhadap kepentingan negara-negara barat, daripada mengedepankan proses dinamika sosial, politik dan kultural lokal yang alamiah dan independen.
