Duta Besar Federasi Rusia, H.E. Mikhail Galuzin dan Duta Besar Amerika Serikat H.E. Robert O. Blake, Jr, berfoto bersama dengan Dekan FIB UI Dr. Adrianus L.G. Waworuntu, M.A., usai menjadi keynote speaker dalam Seminar “Krisis Ukraina dan Pengaruhnya bagi Asia Tenggara,” Selasa (29/04/2014).
Konflik politik di Ukraina yang berlangsung sejak akhir 2013 berbuntut pada digulingkannya pemerintahan Presiden Viktor Yanukovich dalam sebuah aksi massa yang terjadi di Lapangan Maidan, Kiev. Parlemen Ukraina, Verkhovnaya Rada, memutuskan untuk mengambil alih pemerintahan dan menetapkan pemerintahan sementara. Pemerintahan ad interim yang dikuasai kelompok Euromaidan, sebuah kelompok ultranasionalis Ukraina, didukung oleh negara-negara Barat yang tergabung dalam Uni Eropa dan AS. Berbagai aksi massa yang brutal dan bentrokan bersenjata terjadi mengiringi proses peralihan pemerintahan itu.
Rusia, yang dari awal mendukung pemerintahan Presiden Yanukovich mengambil langkah dengan mengirim pasukannya ke wilayah Krimea, dimana terdapat salah satu pangkalan militernya di Sevastopol. Rusia menilai bahwa tindakannya itu merupakan langkah preventif untuk mengantisipasi meluasnya kerusuhan ke wilayah yang mayoritas penduduknya merupakan etnis berbahasa Rusia. Rusia mendukung keputusan pemerintah Otonom Krimea untuk mengadakan referendum untuk melepaskan diri dari Ukraina dan bergabung dalam Federasi Rusia.
Tindakan Rusia ini mendapat reaksi keras dari pemerintah ad interim Ukraina dan negara-negara Barat yang tergabung dalam UE dan AS. AS dan UE bereaksi terhadap tindakan Rusia dengan mengeluarkan sanksi berupa travel ban bagi beberapa pejabat Rusia yang dianggap terkait dengan pengambilan keputusan Moskow, membekukan asset-aset pengusaha Rusia di negara-negara tersebut dan berbagai langkah non-militer lainnya. Upaya menghukum Rusia melalui PBB kandas, setelah rancangan resolusi DK PBB diveto Rusia, yang merupakan anggota tetap DK PBB.
Konflik kawasan ini membawa dampak geopolitik tidak hanya di kawasan Eropa Timur. Ancaman sanksi ekonomi terhadap Rusia dibalas dengan manuver kebijakan luar negeri Rusia, termasuk kerjasama perdagangannya, yang sebelumnya berfokus pada negara-negara Eropa, dialihkan ke negara-negara ketiga dan negara-negara yang tergabung dalam BRICS (Brazil, Rusia, India, China dan South Africa) dimana Rusia termasuk di dalamnya.
Berbagai langkah diplomatis yang dilakukan untuk meredam konflik ini, hingga saat ini belum menuai hasil. Pertemuan terakhir antara Menlu AS John Kerry dan Menlu Rusia Sergey Lavrov, masih belum berhasil meredakan ketegangan tersebut. Hingga saat ini krisis di Ukraina belum selesai. Beberapa region di negara itu, khususnya di wilayah timur dan selatan terus mengalami pergolakan dan menuntut pemisahan diri dari Ukraina.
Untuk membahas persoalan ini Program Studi Rusia dan Departemen Kewilayahan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), Selasa (29/04/2014), bertempat di Auditorium 1103, Kampus FIB UI Depok, menggelar seminar bertajuk “Krisis Ukraina dan Pengaruhnya bagi Asia Tenggara.” Seminar ini dibuka secara resmi oleh Dekan FIB UI, Dr. Adrianus L.G. Waworuntu, M.A. Bertindak sebagai Keynote Speaker adalah: Duta Besar Federasi Rusia, H.E. Mikhail Galuzin dan Duta Besar Amerika Serikat H.E. Robert O. Blake, Jr, sedangkan sebagai pembicara pada sesi diskusi adalah Casey Mace (Asisten Kepala Bagian Politik Luar Negeri Kedubes AS), Oleg Kopylov (Penasehat Bidang Politik Kedubes Rusia) dan A. Fahrurodji (Koordinator Program Studi Rusia FIB UI). Hadir pula Duta Besar Ukraina dan beberapa perwakilan kedutaan besar negara-negara Eropa, seperti Serbia, Uzbekistan, Finlandia, dll.